BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Profesi bimbingan
dan konseling merupakan profesi yang unik dan khas karena berbeda dengan
profesi yang lain. Sebuah profesi dikatakan berbeda
bila memiliki pengetahuan tertentu, program pelatihan yang diakui,
organisasi sejawat yang profesional, dan adanya lisensi, kode etik,
pengakuan legal, dan standar-standar kepakaran lainnya. Konseling
memenuhi seluruh standar untuk profesi dan unik, namun sekaligus
terkait dengan
kesehatan mental lainnya berdasarkan penekanan dan sejarahnya. Konseling menekankan
pertumbuhan dimana konselor bekerja secara perorangan, kelompok, maupun klasikal.
Bimbingan dan Konseling di Indonesia maupun di dunia tidak dengan begitu saja menjadi
profesi yang lengkap. Bimbingan dan Konseling
telah mengalami
perkembangan selama bertahun-tahun dari disiplin yang sangat beragam, termasuk pada
antropologi, pendidikan, etika, sejarah, hukum, ilmu pengobatan medis, filsafat,
psikologi dan sosiologi. Bimbingan dan Konseling dilaksanakan secara formal, non formal, ataupun informal. Pelaksana Bimbingan dan Konseling disebut sebagai
konselor. Dalam bimbingan dan konseling di Indonesia dilaksanakan dalam bentuk
bidang, layanan, kegiatan pendukung, dan format layanan yang tersusun dengan
pola 17+.
Konseling sebagai
profesi penolong (helping profession) adalah konsep yang melandasi peran dan
fungsi konselor di masyarakat dewasa ini. Profesi penolong adalah profesi yang
anggota-anggotanya dilatih khusus dan memiliki lisensi atau sertivikat untuk
sebuah layanan unik dan dibutuhkan masyarakat sebagai penyedia profesional
satu-satunya untuk layanan unik dan dibutuhkan yang mereka tawarkan (Gibson and
Michell, 2010:43). Dari opini tersebut, dapat diketahui bahwa bimbingan dan
konseling adalah sebuah profesi penolong. Tetapi profesi penolong di Indonesia
ini bukan hanya Bimbingan dan Konseling, tetapi juga kedokteran, guru,
psikolog, pekerja sosial, hukum, jaksa, dan sebagainya.
Sejalan dengan
dinamika kehidupan, kebutuhan akan bimbingan dan konseling tidak hanya
dirasakan pada lingkungan persekolahan. Saat ini sedang dikembangkan pula
pelayanan bimbingan dan konseling dalam setting yang lebih luas, seperti dalam
pra nikah, pernikahan, keluarga, keagamaan, karir, perusahaan, lansia, bisnis
dan masyarakat luas lainnya, yang kesemuanya itu membawa konsekuensi tersendiri
bagi untuk kepentingan tersebut.
Dalam makalah ini kami
paparkan bimbingan konseling dalam lingkungan masyarakat. Sebagaimana telah
disinggung di atas, tentang perluasan kawasan bimbingan dan konseling yang
mencakup kehidupan yang lebih luas. Saat ini sedang dikembangkan bidang baru
yaitu bidang pelayanan kehidupan di masyarakat untuk membantu individu dalam
mencari dan menetapkan serta mengambil keputusan berkenaan dengan rencana
kehidupan yang dijalaninya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka makalah ini akan membahas tentang “Bimbingan dan Konseling di Masyarakat” yang
membahas beberapa hal, yaitu:
1. Bagaimana bimbingan dan konseling di dalam pernikahan dan keluarga?
2. Bagaimana bimbingan dan konseling di dalam keagamaan?
3. Bagaimana bimbingan dan konseling untuk lanjut usia?
4. Bagaimana bimbingan dan konseling di dalam lingkungan pekerjaan?
5. Bagaimana implikasi bimbingan dan konseling di dalam masyarakat Indonesia?
1.3
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas maka dapat ditentukan beberapa tujuan dari makalah ini
yaitu sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui bimbingan dan konseling di dalam
pernikahan dan keluarga.
2. Untuk
mengetahui bimbingan dan konseling di dalam
keagamaan.
3. Untuk
mengetahui bimbingan dan konseling untuk
lanjut usia.
4. Untuk mengetahui
bimbingan dan konseling di dalam lingkungan
pekerjaan.
5. Untuk
mengetahui implikasi bimbingan dan konseling di dalam masyarakat.
BAB II
BIMBINGAN DAN KONSELING
DI MASYARAKAT
Sejalan dengan
dinamika kehidupan, kebutuhan akan bimbingan dan konseling
tidak hanya dirasakan pada lingkungan persekolahan. Saat ini sedang
dikembangkan pula pelayanan bimbingan dan konseling dalam setting yang lebih
luas, seperti dalam pra nikah, pernikahan, keluarga, keagamaan, lingkungan
pekerjaan, lanjut usia, dan masyarakat luas lainnya, yang kesemuanya itu
membawa konsekuensi tersendiri untuk kepentingan tersebut. Bimbingan dan
konseling sangat dibutuhkan masyarakat karena populasi yang beragam dan
sejumlah tipe serta ciri problem manusia yang makin meluas.
Dengan populasi yang
beragam maka ciri problem manusia pun meluas. Oleh karena itu, diperlukan
konselor sebagai profesi penolong (helping
profession). Konselor diharapkan dapat membantu problema-problema masyarakat
saat yang makin meluas sehingga dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan
potensi masyarakat mandiri. Dengan berkaca dari hal tersebut, maka diperlukan
konselor dalam bidang bimbingan dan konseling pernikahan dan keluarga,
keagamaan, lingkungan pekerjaan, serta pula untuk lanjut usia.
2.1
Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga
Pernikahan dan keluarga
merupakan rentetan alur dimana sebelum memasuki area keluarga, maka adanya
pasangan laki-laki dan perempuan sebagai calon mempelai laki-laki atau
perempuan melakukan tahap penyesuaian diri. Tahap ini disebut tahap pra nikah.
Sebelum adanya keluarga diawali dengan pra nikah, kemudian masuk pada area
pernikahan baru terbentuknya keluarga kecil yang terdiri dari suami dan istri.
Dalam keluarga kecil akan lahirnya anak dalam keluarga melengkapi keluarga
tersebut.
Akan tetapi harapan dari pernikahan saat memasuki area
keluarga tidak selalu seperti yang diharapkan. Harapan saat pernikahan dengan
adanya problem saat berkeluarga dapat berdampak pada perceraian. Contohnya
Indonesia yang memiliki angka perceraian dari pernikahan yang cukup
mengejutkan. Menurut data pada tahun
2010 dari Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, yaitu dari 2 juta orang nikah
setiap tahun se-Indonesia, maka ada 285.184 perkara yang berakhir dengan percerain per tahun
se-Indonesia. Angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak 5 tahun
terakhir. Adapun penyebab dari persoalan ini disebabkan banyak hal, mulai dari
selingkuh, ketidak harmonisan, sampai karena persoalan ekonomi. Dari hal
tersebut, mengindikasikan bahwa pertengkaran dan perceraian semakin meningkat.
Menurut Gibson and Mitchell
(2011:178), menyatakan bahwa stress terbesar yang muncul selama proses
perceraian dialami anak, dan penyesuaian semua pihak sesudahnya harus bisa
terdokumentasikan dengan baik hingga mencangkup sejumlah problem seperti
perasaan gagal yang sering menyertai perceraian, dan juga emosi-emosi negatif
lain seperti marah, menyesal, atau depresi. Dari hal tersebut dapat diketahui
bahwa hasil dari perceraian saat proses ataupun setelah terjadi perceraian
adalah masalah-masalah yang dialami anak. Anak akan tinggal dengan salah satu
orang tua kemudian menimbulkan tekanan bagi dirinya untuk menyesuiakan diri.
Masalah semakin kronis jika anak pada tahap stress dan mengucilkan diri dari
masyarakat dan lingkungannya.
Dari keterangan tersebut
diperlukannya bimbingan dan konseling di dalam pernikahan dan keluarga dengan
konselor sebagai pelaksanya agar hal-hal tersebut dapat diatasi ataupun
mencegah problem-problem yang muncul dalam lingkungan pernikahan maupun
keluarga. Akan tetapi, bantuan konseling yang efektif bagi keluarga dan
pasangan di masyarakat yang kompleks dan penuh tantangan sehingga dirasa sulit.
Di Amerika, pusat bantuan
pernikahan dan keluarga berdiri sejak tahun 1930-an. Dalam beberapa dekade
belakangan terapi pernikahan dan keluarga muncul sebagai salah satu bidang
konseling. Adapun Asosiation of Marriage and Family Counselors (IAMFC)
merupakan bagian dari American Counseling Association untuk
mewadahi konselor untuk membantu masyarakat yang memerlukan bantuan dalam
pernikahan dan keluarga.
Dari penjelasan tersebut
akan ada 2 hal yang perlu dibahas yaitu bimbingan dan konseling di dalam
pernikahan dan keluarga.
2.1.1 Bimbingan dan konseling pernikahan
Menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974
mengenai perkawinan dijelaskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir dan batin
antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal bedasarkan Ketuhanan
diketahui bahwa dalam perkawinan adanya ikatan lahir batin antara seorang pria
dan wanita sebagai suami istri. Kedua ikatan yang harus dilaksanakan adalah
ikatan lahir maupun batin yang dituntut oleh keduanya. Bila tidak ada salah
satu dari keduanya, maka akan menimbukan persoalan dalam kehidupan pasangan
tersebut. Persoalan-persoalan yang timbul dapat mempengaruhi hasil penikahan
tersebut sehingga dapat berujung pada perceraian.
Oleh karena perlu adanya profesi
penolong yaitu profesi bimbingan dan konseling. Perlunya bimbingan dan
konseling dalam pernikahan disebabkan adanya latar belakang yang ada. Menurut
Walgito (2004:7-9), ada beberapa hal yang melatar belakangi mengapa diperlukan
bimbingan dan konseling perkawinan, yaitu:
a.
Masalah
Perbedaan Individual
Masing-masing individu berbeda satu dengan yang lain.
Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa tiap individu akan memiliki perbedaan
sifat dalam segi fisiologi maupun psikologik. Masing-masing individu memiliki
perasaan yang berbeda dengan individu lain. Dengan hal tersebut dapat dikatakan
bahwa masing-masing individu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya. Ada masalah yang diselesaikan dengan
cepat, lambat, ataupun tidak dapat diselesaikan. Masalah yang tidak dapat
diselesaikan sendiri, maka perlu bantuan orang lain yaitu konselor.
b.
Masalah
Kebutuhan Individu
Tiap manusia memiliki kebutuhan tertentu, kebutuhan
merupakan pendorong timbulnya tingkah laku untuk mencapai sesuatu tujuan
tertentu yang individu harapkan. Terkait hal diatas dapat diketahui bahwa
perkawinan merupaka usaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada dalam
individu tersebut.
c.
Masalah
Perkembangan Individu
Indivudu merupakan makhluk yang
berkembang dari masa ke masa, dimana individu mengalami perubahan-perubahan dan
perkembangan. Dalam perkembangan ini adakalanya individu mengalami
kesulitan-kesulitan dan dengan adanya hal itu diperlukanya konseling.
d.
Masalah Latar
Belakang Sosio-Kultural
Perkembangan individu menimbulkan
banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat, dan perubahan tersebut akan
mempengaruhi individu sebagai anggota masyarakat. Sesuai perkembangan zaman
dimana individu dihadapkan pada perubahan-perubahan sehingga keadaan itu
menimbulkan berbagai macam tantangan dan tuntutan terhadap kebutuhan individu.
Dengan adanya bimbingan dan konseling,
individu diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap dirinya
sendiri maupun lingkungannya. Terkait dengan sebelum pernikahan ataupun dalam
pernikahan, individu dapat memahami posisi yang akan dicapai setelah pernikahan
sehingga dapat menyesuiakan diri dengan problema-problema yang ada sehingga
dapat mencegah problema-problema yang akan muncul.
2.1.2 Konseling
keluarga
Menurut Pujosuwarno (1994:11), menyatakan bahwa keluarga
adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa
yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang
perempuan yang sudah sendirian atau tanpa anak-anak baik anaknya sendiri atau
adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga. Dari penjelasan ini dapat dibuat
unsur-unsur didalamnya yaitu:
a.
Keluarga
merupakan perserikatan hidup anta manusia yang paling dasar dan kecil.
b.
Perserikatan
itu paling sedikit terdiri dari dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin.
c.
Perserikatan
itu berdasar atas ikatan darah, perkawinan, dan atau adopsi.
d.
Adakalanya
keluarga hanya terdiri dari seorang laki-laki saja atau perempuan saja dengan
atau tanpa anak-anak.
Adapun dari keluarga akan memiliki fungsi-fungsi dalam
keluarga. Keluarga akan tentram, damai dan sejahtera jika fungsi-fungsi di
dalam keluarga berjalan dengan baik. Tetapi jika fungsi-fungsi di dalam
keluarga tidak dapat dilaksanakan oleh anggota keluarga dengan baik, makan akan
menimbulkan problema-problema di dalam keluarga. Berikut merupakan
fungsi-fungsi keluarga menurut Pujaswarno (1994:13) yaitu:
a.
Fungsi
pengaturan seksual
b.
Fungsi
reproduksi
c.
Fungsi
perlindungan dan pemeliharaan
d.
Fungsi
pendidikan
e.
Fungsi
sosialisasi
f.
Fungsi afeksi
dan rekreasi
g.
Fungsi ekonomi
h.
Fungsi status
sosial
Fungsi-fungsi didalam keluarga tersebut harus dijalankan
oleh seluruh anggota keluarga agar tidak menimbulkan masalah didalam keluarga.
Sesuai dengan Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 BAB IV pasal 30
menyebutkan bahwa “Suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan
rumah tangga yang menjadi sendi dasar susuna masyarakat”. Artinya bahwa didalam
keluarga, suami dan istri memiliki suatu kewajiban yang luhur. Kewajiban
tersebut harus dilaksanakan oleh suami dan istri. Jika kewajiban tersebut tidak
dilaksankan akan menimbulkan masalah yang dapat meluas dan bisa menimbulkan perceraian
yang berdampak pada anak. Selain itu, pada pasal 31 juga adanya hak yang
diperoleh dari sumai atau istri, yaitu:
a. Hak dan
kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan
rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
b.
Masing-masing
pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
c.
Suami adalah
kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga.
Dengan adanya aturan tentang perkawinan dalam
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, maka telah diatur hak dan kewajiban dari
suami dan istri yang diharapkan menjadi keluarga bahagia. Keluarga yang bahagia
akan meminimalkan masalah-masalah yang akan timbul. Jika dalam keluarga tidak
ada kebahagiaan, maka akan menimbulkan persoalan-persoalan dari suami, istri,
atau dari anak-anaknya dari tingkat ringan, sedang maupun berat yang serius dan
mengganggu kehidupan manusia didalam keluarga maupun di luar keluarga. Jika
problema tersebut tidak terselesaikan akan tertekan jiwanya. Jika tekanan jiwa
secara terus menerus makan akan menimbulkan gangguan jiwa. Jika terus menerus
terbiarkan maka akan menimbulkan sakit jika dan bukan lagi menjadi sasaran
bimbingan dan konseling.
Oleh karena itu, bimbingan dan konseling diperlukan yang
bertugas membantu seseorang dalam mencegah datangnya problem (usaha preventive/
pencegahan), mempertahankan agar seseorang tetap pada keadaan yang telah
sedemikian baik (usaha preventive/ pencegahan) dan membantu seseorang
dalam menemukan dan memecahkan problema (usaha currative/ pengobatan)
(Pujosuwarno, 1994:70).
Adapun problem-problem keluarga menurut Pujosuwarno
(1994:72) akibat dari tidak berfungsinya keluarga yaitu Problem Seks, Problem
Kesehatan, Problem Ekonomi, Problem Pendidikan, Problem Pekerjaan, Problem Hubungan
Intern dan Antar Keluarga. Problema tersebut harus segera ditangani agar
terselesaikan dan tidak menimbulkan dapat yang lebih luar yang berujung pada
perceraian. Dengan hal tersebut, ada jenis-jenis konseling keluarga, yaitu:
a.
Diagnosis dan
Konseling Keluarga oleh Ackerman
Tekanan teori
ini pada kejadian yang sederhana dan kausal. Keluarga-keluarga yang mengalami
masalah memahami bahwa di dalam keluarga tersebut sedang ada kekacauan.
Sehingga diagnosis dan putusan dari pemecahan masalah harus ditanggapi oleh
seluruh anggota keluarga.
b.
Konseling
Keluarga secara bersama-sama oleh Sair
Pada teori ini,
dituntut agar suami dan istri hadir pada wawancara konseling di pertemuan
pertama sehingga akan diketahui kebutuhan-kebutuhan suami dan istri dalam
rangka menggali infromasi tentang masalah yang sedang dialami. Dalam konseling
ini, seluruh anggota keluarga harus berperan serta menyelesaikan masalah dari
suami, istri dan anak-anak. Konselor harus mampu mengerti dan menerima kondisi
keluarga tersebut terutama pada anak-anak.
c.
Konseling
Keluarga berdasarkan Triad
Triad
mengembangkan konseling keluarga berdasarkan hubungan antara 3 orang atau lebih
dalam keluarganya, yaitu:
1)
Antara anak –
ibu – anak
2)
Antara anak –
ayah – anak
3)
Antara ayah –
anak – ibu
Karena adanya
pertentangan dalam keluarga melibatkan 2 orang atau lebih, maka konselor harus
bisa menadi penengah.
d.
Konseling
Kelompok Keluarga oleh Bell
Bell
mementingkan konseling agar memfungsikan pentingnya hubungan dalam keluarga
sebagai cara untuk memperkuat hubungan sebagai suatu kelompok. Peningkatan
komunikasi keluarga sebagai cara yang paling baik untuk pemecahan masalah
keluarga dengan beberapa ajaran sebagai berikut:
1)
Sifat yang
lebih fleksibel
2)
Lebih terbuka
3)
Langsung
4)
Jelas dalam
berkomunikasi
5)
Disiplin
e.
Konseling
Tingkah Laku Keluarga oleh Liberman
Konseling ini
menekankan pada kesepakatan antara pribadi (konselor dan anggota keluarga)
untuk mengubah problema tingkah laku yang lebih sesuai. Tetapi perlu keuletan
dari konselor.
f.
Konseling
Dampak Ganda oleh Gregor
Konseling ini
dengan melihat terlebih dahulu gangguan atau krisis yang dialami pada masa
remajanya. Konseling ini melibatkan orang-orang yang ada hubungannya dengan
keluarga (saudara, tetangga, teman, dll). Proses pertemuan ini dengan pertemuan
antara konselor, klien, keluarganya dan orang-orang yang berkaitan kemudian
diwawancara dan diskusi bersama.
g.
Campur Tangan
Jaringan Sosial oleh Speck
Speck
menjelaskan bahwa keterlibatan seluruh anggota keluarga yang bermasalah yang
kira-kira berjumlah 40 orang. Kemudian salah satu diantara mereka dipih sebagai
pemimpin jaringan sosial yang memiliki kharisma, perasaan, peka terhadap
kelompok, empati, dan perasaan terhadap suasana hati kelompok. Sehingga
tercipta perasaan keatuan.
Dapat simpulkan
bahwa proses konseling keluarga berbeda dengan konseling individu. Fokus dalam
konseling keluarga adalah pada sistem keluarga yang melibatkan seluruh amggota
keluarga atau yang berkaitan. Oleh karena itu, tidak peduli pada jumlah yang
terlibat. Konselor keluarga cenderung mengkonsepkan pada problema bedasarkan
prespektif sistem. Intervensi dalam konseling keluarga menekankan pada relasi
dan komunikasi. Sehingga tercapai tujuan yang diinginkan yaitu perubahan
struktur keluarga dan memodifikasi perilaku anggota keluarga sehingga menjadi
pondasi kuat yang mandiri.
Adapula
permasalah yang timbul yaitu pola karier ganda (suami dan istri sama-sama
bekerja), pola orang tua tunggal, pengasuhan anak kepada babysister dan
penitipan anak, pergaulan bebas sering disertai kekerasan, dan penyalahgunaan
obatm alkohol, dan geng.
Dengan berbagai
permasalahan yang timbul dalam pernikahan dan keluarga, diperlukan konselor
dalam bidang bimbingan dan konseling dan dapat bersaing dengan psikolog,
psikiater, pengacara, pendeta, dan pekerja sosial. Kegiatan konseling
pernikahan dan keluarga dapat dilakukan dalam format tatap muka, lisan atau
tertulis. Format tatapmuka dimaksudkan adanya pertemuan antara konselor dan
klien. Format lisan yaitu dengan adanya pemberian layanan secara klasikal di
kelurahan, RT, ataupun di sekolah dan perguruan tinggi sehingga tercapai
sasaran. Secara tertulis yaitu dengan buku-buku karya konselor yang pasti
berbeda dengan karya psikolog, pengacara, dan pekerja sosial yang berbeda
pandangan.
2.2
Bimbingan dan Konseling Keagamaan
Agama menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Sehingga dapat diketahui bahwa agama adalah kepercayaan manusia dalam menjalani
hidup sesuai dengan aturan yang harus dipatuhi dan larangan yang harus dijauhi.
Agama menjadi pedoman hidup manusia yang kekal. Artinya sepanjang waktu saat
dirinya hidup di dunia maupun di akhirat.
Kata
"agama" berasal dari bahasa Sanskerta, agama yang
berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini
adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan
berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat
kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya
kepada Tuhan.
Di Indonesia
ini memiliki beragam suka, ras, budaya, dan agama. Salah satu ragamnya adalah
agama. Agama pasti dimiliki umat manusia sebagai kepercayaan untuk menjalani
hidupnya. Akan tetapi di Indonesia ini, ada penduduk yang juga tidak memiliki
kepercayaan. Semua itu adalah ragam hal yang dimiliki Indonesia.
Ada 5 agama
yang di sah kan oleh pemerintah Indonesia mengenai agama yang dianut. Agama
yang disahkan adalah Islam, Katolik, Kristen, Budha dan Hindu. Adapula agama
yang berkembang di Indonesia tetapi tidak sah yaitu konghucu dan sebagainya.
Karena itu Indonesia disebut sebagai negara multicultur.
Perbedaan agama
di Indonesia juga berpengaruh pada perbedaan masalah yang dialami oleh tiap
manusia. Perbedaan agama juga dapat menimbulkan masalah pula. Oleh karena itu
perlu adanya konselor sebagai profesi untuk membantu individu/ masyarakat
mengembangkan potensi dan memandirikanny. Dengan keanekaragaman agama membuat
konseling juga memiliki ragam. Ragam konseling dalam keagamaan yaitu:
2.2.1 Konseling
Islami
Islam
memandang bahwa pada hakikatnya manusia adalah makhluk Tuhan yang diciptakan
sebagai khalifah di muka bumi untuk mengabdi kepada-Nya. Dari hal
tersebut dapat dirumuskan bahwa tujuan dari bimbingan dan konseling Islami
adalah untuk meningkatkan dan menumbuhkan kesadaran manusia tentang
eksistensinya sebagai makhluk dan khalifah Allah swt di muka bumi ini, sehingga
setiap aktifitas dan tingkah lakunya tidak keluar dari tujuan hidupnya, yakni
menyembah atau mengabdi kepada Allah swt.
Secara
kodrati, manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk religius yang memiliki
keeksistensiannya dan hidup secara bersama-sama. Oleh karena itu, dengan
bimbingan dan konseling daimaksudkan agar manusia mampu memahami potensi-potensi insaniahnya,
dimensi-dimensi kemanusiaanya, termasuk memahami berbagai persoalan hidup dan
mencari alternati pemecahannya. Dengan
pemahaman ajaran-ajaran Islam, secara preventif dapat mencegah manusia dari
berbagai bentuk perbuatan negatif yang dapat merugikanya dirinya maupun orang
lain.
Di era
globalisasi ini, ditemukan banyak individu yang terbuai dengan urusan dunia
sehingga melahirkan sikap individualistik dan sifat-sifat negatif semacamnya.
Sikap dan perilaku yang demikian telah menyimpang dari perkembangan fitrah
manusia yang telah Allah berikan. Bahkan hal tersebut dapat menjauhkan hubungan
manusia sebagai hamba kepada Tuhannya meskipun hubungan sesama manusia tetap berjalan
dengan baik. Hal demikian dapat terjadi dikarenakan kekurang perhatian
pendidikan dan bimbingan yang diberikan sebelumnya terhadap hal tersebut.
Dari
penjelasan diatas bahwa konseling Islami adalah suatu usaha membantu individu
dalam menanggulangi penyimpangan perkembangan fitrah beragama yang dimilikinya,
sehingga ia kembali menyadari peranannya sebagai khalifah dibumi dan berfungsi
untuk menyembah kepada Allah swt., sehingga akhirnya tercipta kembali hubungan
baik dengan Allah, manusia dan alam semesta.
Tren
bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari
kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan
ekonomi yang dialami oleh manusia, ternyata menimbulkan suasana kehidupan yang
tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan hanya menimbulkan perasaan hampa.
Akhir-akhir ini sedang berkembang kecenderuangan manusia untuk menata kehidupan
yang berlandaskan pada nilai-nilai spiritual. Keadaan ini telah mendorong
perkembangan bimbingan dan konseling yang berlandaskan nilai spiritual dan
religi.
Dalam
agama, terutama agama Islam, menempatkan manusia pada kedudukan yang mulia.
Manusia diberi jabatan oleh Allah sebagai khliafah di muka bumi dengan
keistemewaan-keistemewaan yang telah dibawanya sejak lahir (fitrah). Dan fitrah
tersebut tidak akan berkembang dengan tanpa adanya bimbingan dan pengajaran.
Dengan perjalanan perkembangan fitrah manusia, akan menghadapi berbagai
permasalaah. Dengan pendekatan agama, konselor akan dapat mengatasi masalah
yang dihadapi oleh klien. Karena agama mengatur segala aspek kehidupan manusia
untuk mewujudkan rasa tentram, damai dalam batin manusia dalam menuju
kebahagiaan yang hakiki.
Pendekatan
Islami dalam bimbingan dan konseling dapat diakaitkan dengan aspek-aspek
psikologis yang meliputi pribadi, sikap, kecerdasan, perasaan dan lain-lain
yang berkaitan dengan klien dan konselor. Bagi pribadi muslim yang berlandaskan
tauhid, merupakan pribadi yang bekerja keras untuk melaksanakan tugas suci yang
telah Allah berikan dan percayakan kepadanya, yang mana baginya merupakan suatu
ibadah. Sehingga pada pelaksanaan bimbingan dan konseling, pribadi muslim
berprinsip pada hal-hal sebagaimana yang disampaikan oleh Nelly Nurmelly dalam
papernya peran agama dalam bimbingan konseling berikut ini:
a.
Selalu memiliki prinsip landasan dan
prinsip dasar yaitu hanya beriman kepada Allah swt.
b.
Memiliki prinsip kepercayaan, yakni
beriman kepada malaikat.
c.
Memiliki prinsip kepemimpinan,
yakni beriman kepada Nabi dan Rosul-Nya.
d.
Selalu memiliki prinsip
pembelajaran, yakni berprinsip pada Al-Quran.
e.
Memiliki prinsip masa depan, yakni
beriman kepada hari akhir.
f.
Memiliki prinsip keteraturan, yakni
beriman kepada ketentuan Allah.
Dalam
menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapi manusia, agama telah mengatur
berbagai aspek kehidupan manusia untuk mewujudkan rasa damai dan tentram bagi
jiwa manusia dalam menuju kebahagiaan yang hakiki. Peranan agama Islam dalam
menghadapi kesehatan mental manusia adalah sebagaimana berikut:
a.
Ajaran Islam beserta seluruh
petunjuknya yang ada di dalamnya merupakan obat bagi jiwa atau penyembuh segala
penyakit hati yang terdapat dalam jiwa manusia.
b.
Ajaran Islam memberikan bantuan
kejiwaan kepada manusia dalam menghadapi cobaan dan mengatasi kesulitan.
c.
Ajaran Islam memberikan rasa aman
dan tentram yang menimbulkan keimanan kepada allah dalam jiwa seorang mukmin.
d.
Bagi seorang mukmin, ketenangan
jiwa, rasa aman dan ketentraman jiwa akan terealisasi dengan keimanannyakepada
Allah yang akan membekali harapan akan pertolongan, lindungan dan penjagaan-Nya.
Teori-teori
konseling dalam Islam adalah landasan yang benar dalam melaksanakan proses
bimbingan dan konseling agar dapat berlangsung dengan baik dan menghasilkan
perubahan-perubahan positif bagi klien mengenai cara dan paradigma berfikir,
cara menggunakan potensi nurani, cara berperasaan, cara berkeyakinan dan cara
bertingkah laku berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah.
Konseling
merupakan aktifitas untuk menciptakan perubahan-perubahan dan
perbaikan-perbaikan. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, ada perlunya dalam
pelaksanaan bimbingan dan konseling membutuhkan teknik-teknik yang
memadai. Berikut ini adalah beberapa teknik konseling sebagaimana yang telah
disampaikan oleh Hamdani Bakari (2002), yakni:
a.
Teknik yang
bersifat lahir
Teknik yang bersifat lahir ini menggunakan alat yang
dapat di lihat, di dengar atau dirasakan oleh klien (anak didik) yaitu
dengan menggunakan tangan atau lisan antara lain:
b.
Teknik yang
Bersifat Batin
Teknik yng hanya dilakukan dalam hati dengan do'a dan
harapan namun tidak usaha dan upaya yang keras secara konkrit, seperti dengan
menggunakan potensi tangan dan lisan. Oleh karena itulah Rosululloh bersabda
"bahwa melakukan perbuatan dan perubahan dalam hati saja merupakan
selemah-lemahnya iman".
Teknik konseling yang ideal adalah dengan kekuatan,
keinginan dan usaha yang keras dan sungguh-sungguh dan diwujudkan dengan nyata
melalui perbuatan, baik dengan tangan, maupun sikap yang lain. Tujuan utamanya
adalah membimbing dan mengantarkan individu (anak didik) kepada perbaikan dan
perkembangan eksistensi diri dan kehidupannya baik dengan Tuhannya, diri
sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan dan lingkungan masyarakat.
2.2.2 Konseling
Pastoral
Pastoral Konseling
adalah suatu interpersonal relationship, suatu dialog (dan bukan monolog) yang
terjadi antara pendeta dan konselinya, yang bisa melibatkan, seluruh aspek kehidupan mereka masing-masing. Sebagai konselor,
pendeta tidak hadir sebagai pengkotbah di atas mimbar di dalam gereja pada
konselinya tetapi juga berhadapan muka dengan konselinya sebagai dua pribadi
yang utuh, yang masing- masing punya hak (dan kebebasan) untuk mengekspresikan
dirinya.
Peran seorang konselor sebagai seorang
hamba Tuhan membawakan peran sebagai imam. Konselor menyadari bahwa
satu-satunya kemungkinan adanya percakapan konseling itu pada suasana yang
ideal (condusive atmosphere) adalah jika konseli betul-betul merasa
diperlakukan sebagai satu subyek, pribadi yang utuh yang persoalannya,
perasaannya, cara berpikirnya bahkan segala sesuatu yang ada padanya mempunyai
nilai untuk dihargai. Adapula sikap merugikan dari pihak konseli. Dalam
hubungan interpersonal relationship, konselor mesti menyadari adanya berbagai
kemungkinan yang merugikan, ditimbulkan oleh sikap konseli terhadap
konselornya. Dalam hubungan "transference" (pemindahan perasaan)
dalam setiap interpersonal relationship (hubungan timbal balik) antara dua
pribadi. Kemudian dorongan yang merugikan dari dalam diri konselor sendiri.
Dalam interpersonal relationship itu, konselor sendiri mesti waspada terhadap
dorongan dan rangsangan, yang sering kali timbul justru dari dalam dirinya
sendiri, yang bisa menjadi penyebab kegagalan pelayanan konselingnya yaitu
kebutuhan untuk melakukan counter-transference.
Yang patut mendapat perhatian ialah,
ternyata kebutuhan yang merugikan ini sering kali bukan hanya sekedar ekspresi
dari kebutuhan manusiawi pada umumnya (kebutuhan akan pujian dan penghargaan),
tetapi kebutuhan tidak sehat dari kepribadian yang sakit yang sering kali
disebut dengan istilah 'narcissism'.
Di Amerika terdapat bagian dalam American Counseling Association terdapat bagian-bagiannya. Salah satunya American
Association of Pastoral Counseling (AAPC) yang sebagai naungan bagi
konselor yang beragama kristen dan katolik dalam membantu klien atau masyarakat
yang beragama kristen atau katolik yang mengalami masalah. Para konselor akan
disertivikasi dan akreditasi program-program pelatihan untuk para konselor.
Dalam konseling pastoral
juga menangani masalah-masalah yang dialami seseorang atau masyarakat.
Konseling pastoral di Amerika sering dilakukan di tempat ibadah (gereja). Rumah
ibadah menawarkan konseling untuk problem-problem keluarga, pernikahan,
pasangan, anak muda, perawatan anak, dan manula (Gibson and Mitchell,
2011:180).
2.3
Bimbingan dan Konseling di Lingkungan Pekerjaan
Tenaga konselor dalam
konseling pekerjaan di Amerika dimulai pada tahun 1960-an. Konselor pekerjaan
menemban kewajiban konseling yang memenuhi standar minimum klasifikasi konselor
pekerjaan. Konselor pekerjaan dipersyaratkan untuk memiliki kemampuan dalam
memberikan tes kerja dan menginterpretasikan hasilnya didalam sistem kompensasi
untuk mereka yang masih belum bekerja.
Fokus dari konselor pekerjaan adalah penempatan yang
benar klien bekerja. Konselor diharapkan dalam prosesnya melakukan
konselingproblem pribadi dan membantu mereka mengembangkan sikap, keterampilan,
dan kemampuan yang tepat yang akan membantu mereka lulus wawancara kerja.
Dengan demikian para konselor terlibat dalam pengumpulan data dari klien dalam
pemberian dan penginterpretasikan tes-tes standar.
Konselor bernaung dalam wadah American Counseling
Association dalam divisi Asosiasi Konseling Pekerjaan Nasional sebagai
organisasi profesional. Adapun konselor pekerjaan harus memenuhi kualifikasi
peran dan fungsi konselor pekerjaan. Sehingga dari semua itu akan memiliki
Kompetensi Konseling Pekerjaan Nasional (Gibson dan Mitchel, 2011:172-174 dalam
National Employment Counseling Association (2001)) sebagai berikut:
1.
Keterampilan
Konseling
2.
Keterampilan
Asesmen Individu dan Kelompok
3.
Konseling
Kelompok
4.
Pengembangan
dan Penggunaan Informasi Terkai Pekerjaan
5.
Keterampilan
Terkai komputer
6.
Pengembangan
Rencana Pekerjaan, Pengimplementasian, dan Manajemen Kasus
7.
Keterampilan
Penempatan
8.
Keterampilan
Menjalin Hubungan dengan Komunitas
9.
Manajemen
Muatan-Kerja dan Keterampilan Hubungan Intra-Lembaga
10.
Keterampilan
Pengembangan Profesi
11.
Isu-isu Etnis
dan Hukum
2.4
Bimbingan dan Konseling untuk Lanjut Usia
Menurut Hurlock (1980:380), menyatakan bahwa usia tua
adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode
di mana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terahulu yang lebih menyenangkan,
atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat. Artinya bahwa pada masa usia
lanjut, seseorang sering melihat ke masa lalunya dan menikmati hidup di masa
sekarang tanpa melihat hidup di masa depan. Seseorang cenderung pasrah untuk
masa depan karena berpikir sudah mengalami penurunan dalam hal fisik dan
menikmati hari demi hari.
Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
memperkirakan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2011 telah bertambah
menjadi 241 juta jiwa lebih. Berdasarkan sensus tahun 2010 diketahui bahwa
pertumbuhan penduduk melebihi proyeksi nasional yaitu sebesar 237,6 juta jiwa
dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49 per tahun. Jadi dapat disimpulkan
bahwa laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen per tahun maka setiap tahunnya akan
terjadi pertumbuhan penduduk sekitar 3,5 juta lebih per tahun dengan usia di
atas 60 tahun dan di bawah garis kemiskinan.
Pada lanjut usia di usia 60 tahun ke atas terdapat beberapa masalah yang
dialami. Masalah paling utama yang sering muncul adalah menurunnya fungsi
tubuh. Penurunan fungsi tubuh meliputi penglihatan, daya ingat, seksual, dan
kelenturan. Masalah yang berikutnya yaitu mengenai kesehatan seseorang.
Kesehatan pada usia lanjut adalah hal yang vital karena mempengaruhi psikologis
dari diri mereka sehingga menimbulkan masalah psikologis pula. Kemudian masalah
yang timbul dari lingkungan adalah hal yang perlu diperhatikan. Ketakutan pada
usia lanjuta adalah jika dikucilkan oleh lingkungan karena usia mereka yang
sudah tidak produktif lagi.
Pekerjaan adalah identitas terkuat untuk banyak orang saat usia masih
produktif. Pekerjaan juga menjadi pondasi yang kuat untuk membuat visi dan misi
dalam hidupnya. Ketika memasuki usia pensiun, maka bukan hanya jadi diri
seperti hilang, tetapi arah hidup dan relasi sosial juga menguap (terasa
hilang).
Dari semua masalah tersebut ada masalah yang paling pokok yaitu kesepian.
Saat usia muda sering disibukkan dengan rutinitas kerja kemudian pada masa
lanjut usia mereka menganggap bahwa hidup terasa hambar karena kurang
produktif. Sehingga kesepeian adalah problem utama yang dihadapi banyak lansia,
dan dari situ rasa kesepian menguatkan perasaan negatif lainnya seperti tidak
berharga, tidak berdaya, frustasi, tidak bermakna, dan sebagainya. Dan problem
krisis usia senja ini makin diperburuk jika mereka mengalami nasib kehilangan
orang-orang dikasihi seperti istri/ suami yang meninggal, anak yang meninggal
atau sibuk dengan hidup diluar kota, teman-teman, tetangga, dan kerabat yang
lainnya (Gibson and Mitchell, 2011:181).
Pada masa usia lanjut ini, mereka tidak ingin diabaikan. Mereka
sering menuntut pada pemerintah, masyarakat atau konselor terhadap
kebutuhannya. Tuntutan kebutuhan mereka seperti pelayanan bagi usia mereka yang
sering terabaikan dengan layanan lain.
Oleh karena itu, bimbingan dan konseling adalah salah satu sosok tepat bagi
usia lanjut. Layanan-layanan bimbingan dan konseling dengan
pendekatan-pendekatan yang tepat dapat membantu para lanjut usia untuk
memperoleh tujuan hidup mereka yang membuat mereka mandiri. Karena sering
terjadi masalah seperti stres, depresi, dan alkoholisme adalah simtom umum yang
dihadapi oleh para konselor gerontologi, dan untuk menanganinya, mereka harus
menggali akar problem dan menyembuhkan hatinya (Gibson and Mitchell, 2011:181).
Pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia adalah proses
penyuluhan sosial, bimbingan, konseling, bantuan, santunan dan perawatan yang
dilakukan secara terarah, terencana dan berkelanjutan yang ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial lanjut usia atas dasar pendekatan pekerjaan
sosial. Bimbingan dan konseling dalam usia lanjut adalah pekerjaan sosial.
Pekerjaan sosial ini bisa dilakukan di panti jompo ataupun penyuluhan di
masyarakat seperti kelurahan atau tingkat RT dan RW.
Salah satu bentuk pendekatan dalam bimbingan dan konseling pada usia lanjut
usia yaitu pendekatan spiritual. Pendekatan ini cocok pada usia lanjut usia
agar mereka lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Tujuan dari itu agar mereka
dapat memaknai hidup secara lebih baik dan tidak berpikiran negatif tentang
diri mereka serta mencari ampunan atau ridho bagi Tuhan.
Dalam
bimbingan dan konseling lanjut usia memiliki sifat pelayanan. Sifat pelayanan
bimbingan dan konseling baik secara preventif, kuratif dan rehabilitatif.
1.
Prefentif
atau pencegahan, Pelayanan bimbingan dan konseling yang diarahkan untuk
pencegahan timbulnya masalah baru dan meluasnya permasalahan lanjut usia, maka
dilakukan melalui upaya pemberdayaan keluarga, kesatuan kelompok–kelompok
didalam masyarakat dan lembaga atau organisasi yang peduli terhadap peningkatan
kesejahteraan lanjut usia, seperti keluarga terdekat, kelompok pengajian,
kelompok arisan karang werdha, dan panti.
2.
Kuratif
atau penyembuhan, Pelayanan sosial lanjut usia yang diarahkan untuk penyembuhan
atas gangguan-gangguan yang dialami lanjut usia, baik secara fisik, psikis
maupun sosial.
3.
Rehabilitatif
atau pemulian kembali, Proses pemulihan kembali fungsi-fungsi sosial setelah
individu mengalami berbagai gangguan dalam melaksanakan fungsi-fungsi
sosialnya.
Prinsip
kesejahteraan bimbingan dan konseling juga mengacu pada prinsip kesejahteraan
sosial lanjut usia didasarkan pada resolusi PBB NO. 46/1991 tentang principles
for Older Person ( Prinsip-prinsip bagi lanjut usia) yang pada dasarnya berisi
himbauan tentang hak dan kewajiban lanjut usia yang meliputi kemandirian,
partisipasi, pelayanan, pemenuhan diri dan martabat yaitu :
1.
Memberikan
pelayanan yang menjujung tinggi harkat dan martabat lanjut usia.
2.
Melaksanakan,
mewujutkan hak azasi lanjut usia.
3.
Memperoleh
hak menentukan pilihan bagi dirinya sendiri.
4.
Pelayanan
didasarkan pada kebutuhan yang sesungguhnya.
5.
Mengupayakan
kehidupan lanjut usia lebih bermakna bagi diri, keluarga dan masyarakat.
6.
Menjamin
terlaksananya pelayanan bagi lanjut usia yang disesuaikan dengan perkembangan
pelayanan lanjut usia secara terus menerus serta meningkatkan kemitraan dengan
berbagai pihak.
7.
Memasyarakatkan
informasi tentang aksesbilitas bagi lanjut usia agar dapat memperoleh kemudahan
dalam penggunaan sarana dan prasarana serta perlindungan sosial dan hukum.
8.
Mengupayakan
lanjut usia memperoleh kemudahan dalam penggunaan sarana dan prasarana dalam
kehidupan keluarga,serta perlindungan sosial dan hokum.
9.
Memberikan
kesempatan kepada lanjut usia untuk menggunakan sarana pendidikan ,budaya
spriritual dan rekreasi yang tersedia di masyarakat.
10.
Memberikan
kesempatan bekerja kepada lanjut usia sesuai dengan minat dan kemampuan.
11.
Memberdayakan
lembaga kesejahteraan sosial dalam masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam
penanganan lanjut usia dilingkungannya.
12.
Kusus
untuk panti, menciptakan suasana kehidupan yang bersifat kekeluargaan.
2.5
Implikasi Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Tidak
disangkal lagi bahwa setiap lapangan kehidupan dan kegiatan manusia memerlukan bimbingan.
Termasuk dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan bermasyarakat. Oleh karena itu,
layanan bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan tidak hanya dalam dunia
pendidikan, tapi juga di masyarakat. Dengan adanya layanan bimbingan dan
konseling, dapat membantu masyarakat untuk menemukan jalan keluar dalam
masalahnya dan juga mengenali dan mengembangkan potensi dalam diri. Sehingga
hal ini sangat berpengaruh dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia Indonesia.
Sesuai dengan esensi Bimbingan dan Konseling dimana Esensi bimbingan dan
konseling adalah memandirikan individu, kemandirian adalah tujuan bimbingan dan
konseling. Perkembangan kemandirian terarah kepada penemuan makna diri
dan dunia, dan pemaknaan itu akan beragam sesuai dengan persepsi manusia akan
diri dan dunianya. Proses memaknai adalah proses selektif, ditentukan melalui
proses memilih, dank arena itu bangun kehidupan dalam setiap manusia akan
berbeda-beda (Kartadinata, 2007).
Bimbinagan dan konseling di
indenesia masih dititik beratkan di dalam pendidikan dan belum bisa menyebar
luas di kalangan masyarakat umum, namun bimbingan dan konseling dalam
masyarakat sudah mulai berkembang meskipun. Dimana di masyarakat sudah mulai
berkembang konseling religious. Untuk kalangan masyarakat muslim dikenal dengan
konseling islami dan pemeluk agama Kristen dengan konseling pastoral.
Perkembangan masyarakat aka berjalan
dengan baik bila diimbangi oleh perkembangan pribadi yang baik pula dan dengan
adanya bimbingan konseling di masyarakat maka memungkinkan terbentuknya pribadi
yang bisa berkembang dengan baik.
Pelaksanaan bimbingan dan konseling
di amerika berbeda jauh dimana di setiap jenjang bidang layanan mendapat payung
hokum yang kaut, tetapi di Indonesia hanya masih beberapa asosiasi yang
memayungi bimbingan konseling dan yang menjadi induk payung hokum bimbingan dan
konseling di Indonesia adalah ABKIN.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Simpulan
Konseling sebagai
profesi penolong (helping profession) adalah konsep yang melandasi peran dan
fungsi konselor di masyarakat dewasa ini. Sejalan dengan dinamika kehidupan, kebutuhan akan bimbingan dan konseling
tidak hanya dirasakan pada lingkungan persekolahan. Saat ini sedang
dikembangkan pula pelayanan bimbingan dan konseling dalam setting yang lebih
luas, seperti dalam pra nikah, pernikahan, keluarga, keagamaan, karir,
perusahaan, lansia, bisnis dan masyarakat luas lainnya, yang kesemuanya itu
membawa konsekuensi tersendiri bagi untuk kepentingan tersebut. Bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan masyarakat karena populasi yang
beragam dan sejumlah tipe serta ciri problem manusia yang makin meluas.
Dengan populasi yang beragam maka ciri
problem manusia pun meluas. Oleh karena itu, diperlukan konselor sebagai
profesi penolong (helping profession).
Konselor diharapkan dapat membantu problema-problema masyarakat saat yang makin
meluas sehingga dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan potensi
masyarakat mandiri. Dengan berkaca dari hal tersebut, maka diperlukan konselor
dalam bidang bimbingan dan konseling pernikahan dan keluarga, keagamaan,
lingkungan pekerjaan, serta pula untuk lanjut usia.
.
3.2
Saran
Dengan
semakin berkembangnya bimbingan dan konseling maka diharapkan konselor
dapat meningkatkan kompetensinya untuk menunjang keprofesionalanya sehingga
dalam pelaksanaan bimbingan dapat berjalan dengan baik, dimana sekarang semakin
berkembagnya bimbingan dan konseling dengan kajian yang semakin luas maka
menuntut konselor untuk tetap belajar dan bisa berkembang sesuai dengan
perubahan zaman yang semakin modern.
DAFTAR PUSTAKA
Bakari, Hamdani. 2002. Konseling
dan Psikoterapi Islam. Fajar Pustaka. Yogyakarta
Gibson, Robert
L dan Marianne H Mitchell. 2011. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan.
Jakarta: Erlangga
Maisaroh,
Siti. 2011. Bimbingan dan Konseling Dalam Pendidikan Islam.
Nurmelly,
Mely. 2011. Peran Agama Dalam Bimbingan dan Konseling. Widyaswara
Muda bdk. Palembang.
Pujosuwarno, Sayekti. 1994. Bimbingan dan Konseling
Keluarga. Yogyakarta: Menara Mas Offset
Walgito, Bimo.
2004. Bimbingan dan Konseling Pernikahan. Yogyakarta: Andi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar